Senin, 30 November 2009

hari terakhir bulan November....


Di hari terakhir bulan November....
Sesuatu harus ditulis..
Agar tak terlewat satu bulan penuh tanpa satu posting pun....

Di hari terakhir bulan November...
Hari dimana aku akan pamit [untuk ke sekian kali nya] dari tempat aku bekerja..
Untuk menuju tempat baru...
Tempat yang semoga lebih baik...

Di hari terakhir bulan November..
Ketika untuk seseorang, aku menyanyikan lagu Saigon kick ini....

"(I) may not be the man I wanted to be, may not be the king of wit, may not know things you need to know, might not measure up quite yet....(but there is) something that you can't forget..... I love You...... "

Di hari terakhir bulan November..

Kamis, 22 Oktober 2009

Al-I'tirof ....


Illahi lastu lil Firdausi ahlan
Wahai Tuhanku, ku tak layak ke surga Mu

Walaa aqwa ‘alannaril jahiimi
Namun tak pula aku sanggup ke neraka Mu

Fahabli taubatan waghfir dzunuubi
Ampunkanlah dosaku, terimalah taubatku

Fa innaka ghoofiruddzambil ‘adziimi
Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosa besar

Dzunuubi mitslu a’daadir rimaali
Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai

Fahabli taubatan ya dzaljalaali
Dengan rahmat Mu ampunkan daku oh Tuhanku

Wa’umrii naaqishun fiikulliyaumi
Wahai Tuhan, selamatkan kami ini

Wa dzambii saa-idun kaifahtimali
Dari segala kejahatan dan kecelakaan

Ilaahi ‘abdukal ‘aashi ataaka
Kami takut, kami berharap kepadaMu

Muqirron biddzunuubi waqod da’aaka
Suburkanlah cinta kami kepada Mu

Fa in taghfir fa anta lidzaaka ahlun
Wa in tadrud faman narjuu siwaaka
Kamilah hamba yang mengharap belas kasihan

Senin, 07 September 2009

Pohon


tulisan kawan Ichwan kalimasada - 5 September 2009 di kompasiana...
di copy paste tanpa sempat minta ijin dr beliau...
---------

Para pecinta keheningan akan bersua dengan titimangsa terbaik dalam hidup mereka. Ya, tak ada waktu yang lebih baik untuk menghelat iktikaf yang sunyi selain pada 10 hari terakhir Ramadhan.

Setiap agama, bukan hanya Islam, sebenarnya punya ingatan yang khusyuk tentang momen-momen kudus yang tergelar dalam sunyi yang paripurna: Musa menyaksikan tanda-tanda maujud Tuhan dalam takjub yang tak terpermanai di puncak Sinai, Yesus gemetar dalam takut yang manusiawi di Taman Getsemani yang sepi, Muhammad menerima wahyu pertama dalam tafakkur yang sempurna di Gua Hira, Sidharta menerima pencerahan dalam semedi di bawah pohon bodhi saat terang purnama.

Setiap agama tentu juga menganjurkan “kesalehan sosial”. Tapi, kesalahen individual dan kekhusyukan personal punya tempatnya yang kuat dalam jantung setiap agama. Jangan heran jika di setiap agama selalu ada para paderi yang mengajarkan betapa Tuhan bisa dihayati dalam bentuknya yang intim bagi siapa saja yang mau menggapainya dengan kegigihan yang keras kepala.

Merekalah para mistikus – tradisi Islam menyebutnya “sufi”. Tapi bukan hanya Islam yang punya pribadi macam Rumi atau al-Hallaj. Saudara tua Islam, Yahudi dan Kristen, juga punya pribadi-pribadi macam itu. Rabi Akiva, Rabi Yohannan atau Rabi Yehezkiel masyhur dalam Yahudi, sementara Paus Gregory atau Uskup Diodichus bisa diajukan sebagai wakil dari Kristen.

Berbeda dengan para teolog yang mencoba “menjelaskan” Tuhan melalui dalil-dalil yang cenderung prosais, para mistikus tak pernah ingin “menjelaskan” Tuhan tapi justru mencoba mendekati-Nya dengan laku yang cenderung puitis. Biasanya, laku yang mereka gelar nyaris selalu mengandaikan penghayatan personal yang sungguh khusyuk, dihelat dalam kesendirian yang begitu masyuk, demi mencapai –dalam kata Yakub Charqi—“samudera kesatuan” (bahr-i jami).

Merekalah mata air dari keyakinan betapa Tuhan bisa dihayati dan ditemukan lewat cara-cara tertentu yang membutuhkan latihan terus-menerus yang tanpa putus, bukan melalui logika dan rasio. “Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah,” kata sebuah ayat yang begitu metaforis dan sering dikutip para mistikus sebagai pemacu semangat.

Ada kalimat dalam buku “The Eternal Now” karya teolog Paul Tillich yang mungkin bisa menggambarkan kenapa selalu dan akan selalu lahir para mistikus. Tillich menuliskannya dalam kalimat terakhir dari bab berjudul “Lonelines and Solitude”, bab yang selalu menyentuh tiap kali saya membacanya kembali. “Let us dare to have solitude,” kata Tillich, “To face the eternal, …to see ourselves.”

Tillich coba menarik semedi para mistikus yang sepenuhnya sakral ke area yang lebih profan dan manusiawi: untuk menemukan dan melihat diri sendiri (to see ourselves).

Tapi tak banyak yang tahan untuk sendiri dalam kesunyian, kendati ia diimingi “hadiah” bakal bisa melihat dirinya secara utuh sekali pun, apalagi dalam momen-momen yang rawan. Dalam tindihan kegagalan atau penyesalan yang menekan, misalnya, sendirian bisa menjadi pengalaman mengge(n)tarkan. Seringkali pada saat itu kita tak menemukan apapun saat menatap cermin, kecuali paras yang terlihat letih, tampak pucat, dan menggigil. Jauh lebih (ny)aman jika dalam situasi demikian kita mendaku sebanyak mungkin bahu yang bisa dijadikan tempat di mana kepala kita bisa dipaku.

Mungkin ini bisa menjelaskan kenapa para pecinta kesunyian selalu lebih sedikit daripada penghayat keramaian dan kenapa lebih banyak yang sukarela bergabung dalam paguyuban.

Tapi, saya percaya, selalu ada –niscaya akan selalu ada– kebutuhan dan dorongan untuk sekali waktu mambangun jarak dari keramaian, menyusun spasi dari kerumunan, menyiapkan jeda dari keseharian, untuk kembali ke guanya masing-masing, lalu menengok pedalaman dirinya sendiri-sendiri. Setiap orang, pada akhirnya, butuh momen di mana dirinya bisa menikmati waktu dengan intimitas yang tak terganggu, sejenak apa pun itu.

Sebab sunyi memang tak terpisahkan dari kemanusiaan. Kesunyian adalah karib yang tak pernah berkhianat. Bukankah malaikat Rakib dan Atid tak akan menanyai arwah secara berjamaah ?

Hidup Bukan Pasar Malam, begitu Pram menjuduli karyanya yang paling mencekam, yang ia akhiri dengan sebuah pasase yang meneror: “Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana….”

Ya, sendiri itu fitrah. Sorangan itu asali. Dhewekan itu hakiki. Man is alone because he is a man, tegas Paul Tillich lagi.

Saya percaya bahwa kebahagiaan yang sebenarnya — atau apa pun Anda menyebutnya– tak bisa diharapkan bakal datang dari orang lain, muncul karena kehadiran orang lain, hadir karena dibawakan orang lain. Orang lain, barangkali, memang bisa mendatangkan kebahagiaan. Tapi, pada saat yang sama, orang lain juga berpeluang mendatangkan sebaliknya. Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan sama-sama dimungkinkan datang lewat orang lain. Maaf, saya tidak percaya pada kebahagiaan berjenis kelamin demikian. Kebahagiaan tak mungkin dalam dirinya sendiri membawa bibit ketidakbahagiaan.

Ini bukan anjuran hidup a-sosial, bukan pula propaganda tentang eksistensialisme yang telah usang. Ini tentang penemuan kebahagiaan dengan sepenuhnya mengandalkan inisiatif pribadi, bukan berharap dibawakan oleh orang lain. Pada mereka, orang lain itu, kita hanya bisa membaginya, ya… untuk menikmatinya bersama. Bukankah memberi lebih baik ketimbang menerima ?

Biarlah kita menggapai kebahagiaan dengan tangan dan kaki sendiri, termasuk dengan menggelar permenungan dalam sunyi yang menyendiri. Tapi, pastilah jauh lebih baik jika semua yang digapai sendirian itu kita bagi pada orang lain.

Itulah sebabnya, setelah menghelat iktikaf yang sunyi dan hening sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadhan, Islam mewajibkan umatnya untuk berzakat di pengujung Ramadhan. Itulah saatnya pergi keluar, menjalani kehidupan sosial, menghayati peran masing-masing dalam kerumunan manusia-manusia yang lain, dan terutama menebarkan semua pencapaian pribadi kepada orang lain, entah itu pencapaian material maupun spiritual.

Ada fase indah yang ditulis Susana Tamaro di novel “Pergilah Ke Mana Hati Membawamu” yang bisa menggambarkan pokok soal ini. Katanya, “Hidup memang mirip dengan menanam pohon. Kendati yang ditanam hanya pohon bunga, akan selalu ada tumbuhan lain yang ikut tumbuh. Sebagian berupa ilalang, sebagian lagi berupa rumput liar.

Seperti itulah segala sesuatu berlangsung.”wallahualam.

salam dialog

Menemukan Ayat-ayat Allah


tulisan Kang Hasan [berbual.com] 4 September 2009,
di copy paste dengan seijin beliau...
------------

Seorang teman memajang foto-foto di Facebook. Ada foto aurora di kutub utara, awan entah di mana, sisik ikan di Afrika, dan banyak lagi. Semua foto itu bila dilihat dengan teliti, kata si pemajang, menampilkan nama Allah yang tertulis dalam huruf Arab. Itu semua, kata dia, adalah tanda-tanda kebesaran Allah.

Iseng, saya komentari begini: „People see what they want to see. Cuma lucu saja. Mungkin Allah lupa bahwa tidak semua hamba-Nya bisa membaca huruf Arab, sehingga di negara manapun dia menampilkan tanda kekuasaan-Nya dengan huruf Arab.“ Saya tentu tidak berniat melecehkan Tuhan dengan ungkapan itu. Itu adalah ekspresi kekecewaan saya pada cara teman saya tadi dalam melihat kebesaran Allah. Saya kecewa karena teman saya ini terpelajar, seharusnya dia bisa lebih dari itu.

Bagi saya, aurora, awan, atau apapun yang ada di sekitar kita adalah tanda-tanda kebesaran Allah. Tidak perlu menunggu sampai benda-benda itu menampilkan lafal nama Allah dalam huruf Arab. Benda dan fenomena alam, semua teratur dalam hukum-hukum yang mengagumkan. Hukum-hukum itulah tanda kebesaran Allah.

Begitulah yang saya pahami dari Quran. Karenanya banyak perintah Allah dalam Quran yang menyuruh kita untuk mengamati alam. Melihat bagaimana hujan diturunkan, bumi disuburkan, dan sebagainya. Agar kita memahami kebesarannya. Juga agar kita mengambil manfaat darinya.

Sesuatu berwujud tulisan berlafal nama Allah, atau sesuatu yang kita sangka begitu, boleh jadi akan membuat kita merasa lebih dekat pada Allah. Tapi hanya sampai di situ. Tak ada manfaat lebih jauh dari itu.

Marilah kita sadari bahwa benda-benda yang ada di sekitar kita sekarang ini adalah produk yang diperoleh dari pengamatan terhadap berbagai fenomena alam yang dilakukan selama ratusan tahun. Komputer yang saya pakai untuk menulis saat ini, AC yang mendinginkan ruangan, kendaraan yang saya naiki. Semua. Semua yang kita rasakan manfaatnya.

Saya kebetulan pernah menjadi peneliti tamu di beberapa universitas di Jepang. Sebelumnya saya kuliah di sana. Saya menjadi bagian dari usaha untuk membuka berbagai tabir misteri alam. Bagi saya pribadi, itu adalah kerja untuk menemukan ayat-ayat Allah. Bagi saya dan semua orang yang terlibat, itu adalah kerja untuk mencari manfaat dari berbagai fenomena alam.

Pengalaman saya menunjukkan bahwa mudah sekali rasanya untuk merasa tersentuh oleh kebesaran Allah. Untuk kagum pada ciptaanNya. Untuk itu kita cukup membaca temuan-temuan orang lain, lalu berteriak “Allahu akbar”. Yang sulit adalah menemukan sendiri. Dan yang paling sulit adalah menemukan ayat-ayat Allah yang kemudian temuan itu bisa dimanfaatkan bagi kepentingan umat manusia.

Saya ingat betul bagaimana saya bekerja sebagai seorang ilmuwan. Untuk mendapatkan data yang bisa dipakai untuk menguji hipotesa diperlukan eksperimen berbulan-bulan. Bahkan bisa bertahun-tahun. Barulah setelah itu kita merumuskan secuil ayat. Itupun tak menjamin bahwa yang kita temukan itu bisa bermanfaat. Banyak yang hanya menjadi sekumpulan informasi. Hanya sampai di situ.

Tapi setidaknya, menemukan sendiri ayat itu jauh lebih membahagiakan ketimbang hanya terkagum-kagum dengan ayat temuan orang lain. Dan tentu saja jauh lebih membahagiakan dibanding dengan menemukan tulisan nama Allah di sisik ikan.

Kita sudah sekian lama menjadi penganut Bucaillisme. Maurice Bucaille kita kenal sebagai penulis buku “Bibel, Quran, dan Sains modern”, yang menyimpulkan bahwa Quran cocok dengan temuan-temuan sains modern. Lalu setelah itu banyak orang yang mengikutinya. Yang mutakhir dari kelompok ini adalah Harun Yahya.

Bucaillisme tentu sedikit lebih baik dari kekaguman terhadap tulisan nama Allah yang muncul di sisik ikan. Tapi Bucaillisme tidak menghasilkan yang lebih dari sekedar decak kagum. Kita tidak menghasilkan sebuah produk riil dari decak kagum itu.

Lebih buruk dari itu, Bucaillisme sebenarnya penuh cacat. Banyak pengabaian serta inkonsistensi di situ. Pengabaian dan konsistensi itu dilakukan demi mencapai kesimpulan tadi; bahwa Quran cocok dengan sains modern.

Secara jujur saya, dengan segala keterbatasan saya, melihat banyak ayat tentang alam yang sebenarnya tidak cocok dengan sains modern. Misalnya tentang matahari yang berjalan dalam konteks kejadian siang dan malam. Karena kita tahu bahwa kejadian siang dan malam adalah akibat rotasi bumi, bukan karena matahari yang berjalan (beredar).

Tapi itu tak penting. Quran bukan buku sains. Ia tak harus memuat seluruh fakta-fakta sains, karena memang tak mungkin. Juga tak harus memuat semua informasi sains secara akurat.

Quran itu petunjuk. Atau bahkan bisa kita sebut penunjuk. Quran menyuruh kita mengamati alam, memberi sedikit bekal awal untuk memicu kita agar bergerak. Kalau bekal itu ternyata tak cocok benar di lapangan sana, tak masalah. Kita harus menemukannya sendiri. Penemuan itu bukan sekedar untuk kagum. Tapi, sekali lagi, untuk kita manfaatkan.

Itulah yang banyak kita lalaikan.

Masih dari Rendra...


Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini
hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya : mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu ???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua
“derita” adalah hukum bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan baikku”, dan menolak keputusan-Nya yang tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk beribadah.
Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja

Rendra..

Rabu, 02 September 2009

email teman saya semalem dan kewajiban saya hari ini



Teman saya ada yang mengirim email, panjang dan lebar semalem.
Outline nya ;"Beni, antum harus memilih... tidak ada pilihan in between disini.... Keraguan adalah hanya milik orang yang lemah iman dan terlalu meletakkan pikirannya yang lemah didepan keyakinan hati nuraninya yang suci. Sami'na wa Atho'na..... Ada hal2 yang memang sudah merupakan porsi otak, dan banyak juga diantaranya yang sudah ditakdirkan untuk menjadi porsi hati, porsi keimanan.
Syariah islam harus ditegakkan oleh pemerintahan yang haq. Tidak perlu cemas bagi pemeluk agama lain, sebagaimana dulu pemeluk agama yahudi dan nasrani diberlakukan dengan sangat mulia sewaktu Futhul Makkah...."

Lalu saya merentang-rentang pikiran.....,
Orang "islam" mengebom, meluluh lantak kan di Peshawar, di Jakarta, di Islmabad... untuk mengirimkan pesan yang kuat kepada musuhnya...
Orang "katolik" menembak musuh2nya secara licik dan pengecut dari jendela2 tinggi di jalanan Belfast...
Orang "Hindu" mengacung-acungkan parang dan menebas dengan gemas di pelataran kuil Ayodya...

Saya kemudian, menjadi semakin tidak mengerti.... tidak paham....
Saya hanya membayangkan paragraf diatas kemudian akan berlanjut dengan ;
Syariat Islam ditegakkan, jangan khawatir bagi pemeluk lain....
Peraturan Katolik dipakai sebagai dasar negara dan doa litani dipakai sebagai lagu kenegaraan , jangan khawatir bagi pemeluk lain...
Darma Budha dipakai sebagai peraturan resmi negara dan ukuran baik buruk benar salah di perundangan negara akan diukur dari padanya, jangan khawatir bagi pemeluk lain....

Kemudian (masih dalam banyangan saya) semua berfokus untuk mewujudkannya sesegera mungkin perintah suci dari langit tersebut......
kemudian kemungkinan besar ada friksi, timbul ekses..... (apalah yang bisa di jamin dari kerumunan massa? urusan sepak bola di tivi yang bahkan mereka tidak tahu ujung pangkalnya saja, sudah lebih dari cukup untuk alasan bentrok) yang mungkin tidak lagi kita inginkan... yang kemungkinan akan menjadi sangat merugikan....
Kekhawatiran pihak lain tersebut, justru begitu saja muncul, pas ketika kalimat "jangan khawatir bagi pemeluk lain" selesai diucapkan....

Bidadari, mati dengan paras rupawan, burung dari surga dan harum kesturi di janjikan bagi mereka yang berani mati, demi menegakkan hal yang benar dan harus ditegakkan...
Martir dan kehormatan yang paling mulia dari Imam tertinggi akan disematkan kepada yang paling patuh (walaupun itu berarti paling bengis dan mengerikan bagi pihak lain)..
Kemudian semua menjadi terkotak-kotak... tersekat-sekat... dalam golongan, dalam benar salah, dalam kami dan mereka, dalam selamat dan azab....
Kemudian tiba-tiba seorang, segolongan, punya hak dan pembenaran paling benar untuk merasa paling shahih dan karenanya golongan lainnya menjadi paling sesat...
Kemudian nyawa yang satu menjadi halal bagi yang lain.....

Dan saat itu mungkin dari Central Park, dari kubur John Lennon akan lamat2 terdengar lagi lantunan ;

INTRO: C Cmaj7 C F
(The Cmaj7 is a quick pull-off: C C C Cmaj7-C F F F F)

C Cmaj7 C F C Cmaj7 C F
Imagine there's no heaven, it's easy if you try
C Cmaj7 C F C Cmaj7 C F
No hell below us, above us on - ly sky
[F] C/E Dm7 F/C G C G7
Imagine all the people living for today...ahh

Imagine no more countries, it isn't hard to do
Nothing to kill or die for, and no religion too
Imagine all the people living life in peace...you-hoo...

F G C E7
CHORUS: You may say I'm a dreamer
F G C E7
But I'm not the only one
F G C E7
I hope someday you'll join us
F G C Cmaj7 C F...
And the world will be as one

Imagine no possessions, I wonder if you can
No need for greed or hunger, a brotherhood of man
Imagine all the people sharing all the world

CHORUS

OUTRO: Same as intro, end on C


Halah... saya kemudian tersadar... dan ingat bahwa saya harus kembali bekerja... kembali untuk memberanikan hidup dan menghidupi kehidupan saya.... mengurusi ban kanan belakang saya yang sudah gundul dan saya belum punya sisa uang untuk menggantinya, menanti dan berdo'a supaya koran sabtu dan minggu besok berisa pengharapan akan lowongan pekerjaan yang lebih baik, mengingat-ingat pesanan martabak manis anak saya yang harus saya beli nanti sore "Yah..., jangan yang kacang coklat, aku suka yang keju susu, atau keju coklat juga gak papa lah....",

Salam,
Beni SutRisno
"happiness is an option. you can live in it every day"

Sent not from my BlackBerry®
powered not by Sinyal Kuat INDOSAT

in memoriam WS Rendra



Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
Bekerja membalik tanah
Memasuki rahasia langit dan samodra
Serta menciptakan dan mengukir dunia

Kita menyandang tugas
kerna tugas adalah tugas
Bukannya demi sorga atau neraka
tetapi demi kehormatan seorang manusia

Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
Meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu
Kita adalah kepribadian dan harga kita adalah kehormatan kita

Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya..

WS Rendra
7/11/1935 - 6/8/2009
"selamat jalan Rendra.."

Tersambung lagi....



Kemarin komputer ku tersambung lagi dengan dunia...
Dengan dunia nyata... dunia yang aku suka.. dunia yang gegap gempita dan penuh warna..
bukan dunia yang berisi hanya order, claim, retur, dan prospek serta segala tetek bengek kering yang membosankan, yang hanya diperlukan untuk mempertahankan agar disetiap akhir bulan, aku dapat memastikan bahwa setiap tagihan, bill, janji bayar dan cicilan hutangku dapat terbayarkan.
Boleh lah kau katakan bahwa aku "menderita" atau mungkin tidak "sebahagia" orang2 yang mencintai pekerjaannya, yang melakukan apa yang diinginkannya dan mereka mendapatkan imbalan darinya. Ah, tapi aku yakin bahwa orang2 segolonganku, orang2 "menderita" itu, pasti jumlahnya lebih banyak daripada beberapa gelintir orang "bahagia" yang mendapatkan berkah yang melimpah dari Nya atau keberanian yang tinggi untuk memilih setiap kepada mengerjakan sesuatu hanya apa yang dicintai dan diminatinya...

Tapi ini bukan cerita mengenai idealisme yang makin murah dan tidak berharga belakangan hari ini... juga bukan curhat tentang pekerjaanku yang serba "terpaksa" ini, sehingga darinya hanya menghasilkan prestasi yang serba medioker, maksain, dan banyak diwarnai kontroversi dan keberuntungan.
Ini lebih pada sebuah tulisan rangkuman selama kira2 4 bulan, aku tidak terkoneksi [dan entah kapan lagi, tiba2 akan mengalami hal serupa]. Tulisan sisipan memanfaatkan setiap detik peluang yang ada, membangun monumen dan prasasti ku yang kelak -semoga- akan dikunjungi oleh anak dan keluargaku bila mereka ingin tahu siapa sebenarnya aku.

Banyak hal yang terjadi, diantaranya ;
* Rumi khitan dan karenanya menjadi makin besar dan dewasa lah dia dengan segala kerepotan dan kebingungannya.
* Ada new member di keluarga Navarra.... Risa di transfer dari Blitar ke Tangerang. Masuk kelas 3 di SDIT Asy-Syukriah bareng Rumi.. Semoga berguna bagi semuanya...
* Rumi ganti lagi dari Garfield ke Giordano merah.... frame separoh rangka.. makin mirip punya afghan... :)
* Pekerjaanku sedang mengalami transisi besar... kesulitan dan ancaman silih berganti datang dengan kesempatan dan peluang..
* Rendra mangkat..
* Mbah Surip berbahagia disana...
* Malaysia kian hari kian nakal..
* Teroris dan Polisi seperti judul film "kejarlah daku kau kutangkap"
* Tentang Tetangga yang sangat baik dan sangat tidak baik..
* Tentang banyak hal lagi..

Setiap moment diatas sebenarnya mengandung detail2 yang manis untuk diceritakan. Tetapi disamping mood dan moment nya sudah lewat, aku harus menghitung waktuku yang tidak berlimpah ini untuk menulis. Maka aku putuskan untuk bergerak kedepan, dan menyimpan moment2 terlewat diatas hanya dalam baris kalimat2 pendek diatas. Persis seperti bila kita sudah sekian lama tidak mencetak buku tabungan kita, maka pada saat kita mencetaknya lagi, akan terlihat akumulasi transaksi yang tidak detail dan periodik.

Sekianlah perayaan kegembiraanku atas "tersambung" nya kembali aku ke dunia.... :)

Rabu, 12 Agustus 2009

God, I want to thank you for what you have already done.




I am not going to wait until I see results or receive rewards; I am thanking you right now.

I am not going to wait until I feel better or things look better; I am thanking you right now.

I am not going to wait until people say they are sorry or until they stop talking about me;

I am thanking you right now.

I am not going to wait until the pain in my body disappears;

I am thanking you right now.

I am not going to wait until my financial situation improves;

I am going to thank you right now.

I am not going to wait until the children are asleep and the house is quiet;

I am going to thank you right now.

I am not going to wait until I get promoted at work or until I get the job;

I am going to thank you right now.

I am not going to wait until I understand every experience in my life that has caused me pain or grief;

I am thanking you right now.

I am not going to wait until the journey gets easier or the challenges are removed;

I am thanking you right now.

I am thanking you because I am alive.

I am thanking you because I made it through the day's difficulties.

I am thanking you because I have walked around the obstacles.

I am thanking you because I have the ability and the opportunity to do more and do better.

I'm thanking you because God, You haven't given up on me.

God is just so good, and he's good all the time.

Jumat, 17 Juli 2009

walaupun kita hanya sekrup kecil




Walaupun kita adalah hanya sekrup kecil dari sistem besar kehidupan, tapi tetap perlu kita pastikan bahwa sekrup kecil itu terpasang baik dan kencang..

Rabu, 08 Juli 2009

29 Juli 2009


Hari ini tanggal 29 Juni, genap 8 tahun kami menikah.

Sebuah angka yang belum apa-apa dibandingkan dengan usia perkawinan orang tua kami.... dibandingkan dengan banyak pasangan luar biasa lainnya. Mereka bisa merayakan 'kawin perak 25 tahun', 'kawin emas' 50 tahun, atau bahkan lebih. Buat mereka, pencapaian pernikahan 8 tahun tentu Cuma pencapaian para pemula.

Namun bagi saya dan istri, (baru) 8 tahun pernikahan adalah karunia besar.
Karena saat ini, tak banyak yang mampu melewati waktu sependek itu secara mulus. Sejumlah orang, baik yang saya kenal cuma dari televisi dan koran maupun yang saya kenal baik secara pribadi, gagal melanjutkan pernikahannya. Alasannya beragam. Padahal, banyak di antara mereka yang berpendidikan tinggi. Kadang pengetahuan agamanya juga tak diragukan...

Kenapa begitu..?

Sesekali saya dan istri mendiskusikannya.

Kami sepakat: Penyebab tersering perceraian adalah selingkuh. Ketika salah satu pihak mulai mencederai komitmen awalnya dan berselingkuh, goyahlah sendi-sendi keluarga. Terutama bila selingkuh itu telah diwarnai hubungan seksual. Lewat pernikahan diam-diam, apalagi zina.

Tidak sedikit orang berselingkuh dan tidak merasa berdosa karena tidak berzina. "Kan cuma 'curhat', atau makan bareng," kilahnya. Tapi, sulit bagi penyelingkuh buat menyangkal bahwa curhat itu adalah kerikil yang ia tabur sendiri ke tengah jalan perkawinannya.

Kadang penyebab kandas perkawinan lebih sepele: "Sudah /nggak/ cocok lagi!" Begitu ringan kalimat itu diucapkannya. Padahal memang perkawinan dimulai dengan pertemuan dua perbedaan yang sangat besar antara satu dengan yang lainnya.

Tapi, tak semua pasangan '/nggak/ cocok' memilih berpisah. Banyak pula yang memilih mempertahankan pernikahannya. "/Awet rajet/," begitu kata orang Sunda. Bertengkar melulu tapi terus bertahan. Alasannya beragam.Misalnya, demi anak.

Dalam model keluarga begini, mereka akan sibuk mendaftar kesalahan pasangan sendiri. Mereka cenderung menuding satu sama lainnya tak bertanggung jawab pada anak.Sangka mereka, mereka lebih bertanggung jawab dan lebih baik pada keluarga.

Kita lupa bahwa pasangan hidup, sedikit banyak, adalah cermin diri sendiri. Jika nilai rapornya menurut kita merah, hampir pasti merah pula nilai rapor kita. Kita tak lebih baik dari pasangan kita. Mengapa kita tak memperbaiki diri sendiri saja? dan biarkan ia memperbaiki dirinya sendiri pula.
Mengapa kita terus menjadikan anak sebagai 'senjata' buat menghadapi pasangan sendiri?
Kalau saya menduga mungkin juga mereka hanya menjadikan alasan anak sebagai alasan perantara untuk alasan2 lain seperti status dan kestabilan kondisi finansial.


Ada pula model berkeluarga yang sekarang sedang menjadi 'tren'.Biasanya, posisi suami di keluarga sangat dominan. Ketika ekonomi keluarga kian mapan, dan ikatan suami-istri tak lagi terbungai perasaan berdebar-debar, suami pun membidikkan mata dan hati pada perempuan lain.

Berzina jelas haram. Solusinya adalah pernikahan. Istri dengan istri dipersandingkan. Tak penting bagaimana perasaan istri yang dulu seperti dijanjikan menjadi ratu keluarga sepanjang usia. Tak penting pula bagaimana perasan anak-anak, meskipun mereka merasa malu atas langkah ayahnya.

Laki-laki demikian umumnya punya kemampuan untuk membuat istri dan anak-anaknya terdiam.

Apalagi bila menggunakan alasan syariah. Sebuah format syariah yang berbeda dengan yang ditunjukkan pasangan Muhammad SAW-Khadijah: Mereka hidup bersama tanpa poligami hingga maut memisahkannya.

Perjalanan 8 tahun pernikahan saya tidak semeriah kawan-kawan itu.

Pesta pernikahan saya dulu tidak sangat amat megah. Syukurlah karena saya merasa tidak sepantasnya bila awal perjalanan dipestakan megah. Saya dan istri lalu mengisi pernikahan dengan langkah-langkah sederhana.

Misalnya, untuk sama sekali tidak pernah meninggikan suara karena hanya akan saling melukai. Atau bila terlanjur melakukannya, kami akan berusaha sesegera mungkin untuk saling meminta maaf.

Juga untuk tidak pernah mengatakan "saya kan sudah berkurban ..." karena pernyataan itu sebenarnya lebih merupakan ekspresi menuntut dibanding sungguh-sungguh berkurban.

Kami saling mendoakan, juga berusaha mendoakan secara spesifik setiap anggota keluarga kami dengan
menyebut nama satu persatu, setiap habis shalat. Juga menciptakan suasana agar setiap anggota melangkah hanya yang dapat membuat semua anggota keluarga lain dapat berjalan 'tegak'.

Itu langkah kami. Kini saat yang paling indah adalah saat terbangun sebelum fajar, menikmati kesenyapan dengan tangan saling genggam, menunggu Subuh diazankan. Sungguh itu merupakan karunia luar biasa. Sebuah kenyamanan yang mencetuskan tanya istri saya: "Mengapa pada banyak orang begini saja tidak bisa? Apa sulitnya?"

Saya tak tahu jawabnya. Saya hanya bisa berkata "Terima kasih ndRa..."

Selasa, 07 Juli 2009

Hujan bulan Juni











tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucap
diserap akar pohon bunga itu

[Sapardi Djoko Damono / 1989]


Jumat, 26 Juni 2009

Rumi di khitan...

Rumi di khitan tanggal 20 Juni 2009 kemaren....

Setelah perjalanan darat [Lorena yg minim AC nya] selama hampir 23 jam... Akhirnya jam 11 siang Rumi, Ayah dan Ibu sampai di rumah Uti...

Jam 16.30 Rumi di khitan di Bina Sehat...
Krn dokter Ervan dulu adalah bekas murid Akung di masjid Al-Fur'qon, maka Rumi di bonusin bius umum untuk khitannya ini....

Ternyata Rumi harus masuk sendiri ke ruang tindakannya. Tanpa ada yang boleh nungguin.... Sempat terdengar ribut2 sebentar, lalu kemudian sunyi senyap....

Tidak lebih dari setengah jam, tiba2.... BRAAKKK....!! ruang tindakan terbuka, dan seorang mas2 perawat, termehek-mehek menggotong Rumi yang masih setengah sadar, untuk ditaruh di ruang recovery.... Lucu... karena Rumi masih setengah sadar, maka ngomongnya juga masih nglantur ngalor-ngidul...

Tak lama kemudian, saat Rumi udah OK, dan tidak merasa pusing dan mual, dokter Ervan memperbolehkan pulang.... pulang kerumah Uti, yang sedang sibuk mempersiapkan syukuran untuk di khitannya Rumi...

Selamat ya Rumi.. Selamat di khitan, selamat menjadi dewasa, semoga bahagia dan selalu mencari kebenaran....

Terima kasih ya Uti, terima kasih Akung.... Atas segala ribet2 nya, atas segala ikhlas nya, mengkhitan kan Rumi...

Kamis, 11 Juni 2009

Cara berhubungan dengan Tuhan...




Tulisan dari Amang Mula.. (dengan seijin beliau)

Buset! Ini mah namanya orang kurang kerjaan, Mama…

June 6, 2009
Oleh: Mula Harahap

Ketika kedua anak saya masih duduk di bangku sekolah dasar, maka perselisihan yang paling sering saya alami dengan isteri saya ialah dalam soal membaca Alkitab. Isteri saya ingin sekali agar di rumah kami terbangun kebiasaan membaca Alkitab secara bersama-sama.
Isteri saya tumbuh dalam rumah yang memiliki tradisi seperti itu. Oleh karenanya wajar saja kalau dia juga ingin tradisi yang sama terbangun di rumahnya. Tapi cilakanya saya tumbuh dalam rumah dengan tradisi yang berbeda. Jangankan membaca Akitab, berdoa bersama saja, kecuali berdoa makan atau berdoa pada malam tutup tahun, pun kami tak pernah.
Saya bukan hendak mengatakan bahwa ayah saya seorang yang tidak percaya akan Tuhan. Saya rasa dia percaya sekali akan Tuhan. Setiap pagi, sebelum berangkat ke kantor, kami anak-anak selalu melihatnya berdoa.
Tapi dia selalu berdoa sendiri, beberapa saat, sambil berdiri di balik pintu kamar. Acapkali dia harus kena bantingan pintu, yang dibuka secara serampangan oleh anak-anaknya, yang sedang tergopoh-gopoh hendak berangkat ke sekolah itu. Saya selalu membayangkan ayah saya seperti pemungut cukai yang berdoa di pojok Bait Allah dalam cerita Alkitab itu.
“Kau adalah imam di rumah ini,” begitulah selalu kata isteri saya. “Kau harus memulai dan memimpin kebiasaan yang baik itu.”
“Tapi kalau seorang imam harus memimpin sebuah kebiasaan yang tak terlalu diimaninya, itu repot,” begitulah juga selalu jawab saya kepadanya.
Kadang-kadang terbersit juga di pikiran saya untuk membeberkan saja kepadanya “contoh soal” dari beberapa keluarga yang selalu memiliki tradisi membaca Alkitab bersama di rumah, tapi yang dalam kehidupan di luaran tokh sama saja brengseknya. Tapi saya sadar bahwa itu adalah cara mengelak yang kekanak-kanakan. Itu bukanlah cara yang bijaksana.
Begitulah, isteri saya selalu saja memakai setiap kesempatan yang ada–misalnya sehabis mendengarkan kesaksian sebuah keluarga dalam kebaktian lingkungan–untuk menekan saya agar mulai membangun kebiasaan membaca Alkitab bersama keluarga di rumah. Dan saya selalu saja mengelak dengan halus.
Tapi suatu kali, gereja dimana saya terdaftar sebagai anggota, menyelenggarakan Pekan Keluarga. Berbagai acara digelar dalam kegiatan tersebut. Salah satunya adalah meminta setiap keluarga jemaat agar selama sepekan, setiap pagi, mengadakan kebaktian dan pembacaan Alkitab bersama. Gereja bahkan sudah menyiapkan dan membagikan liturgi kebaktian selama seminggu kepada kami. Tentu saja saya tidak bisa menolak hal seperti itu.
Pada pagi hari pertama Pekan Keluarga itu isteri saya bangun dengan wajah berseri-seri. Ia menyiapkan dua Alkitab dan empat kertas liturgi di meja makan dan mulai membangunkan anak-anak. Kebetulan hari itu juga adalah hari pertama libur sekolah anak-anak. Tentu saja mereka bangun dengan sedikit bersungut-sungut. Tapi anak perempuan saya, yang sedikit-banyak memiliki karakter mirip dengan saya, orang Batak-Angkola ini–selalu ingin menjaga harmoni dan meghindari konflik–segera mengerti apa yang terjadi dan duduk dengan patuhnya di sebelah saya.
Sebaliknya anak lelaki saya, yang sedikit-banyak memiliki karakter ibunya, orang Ambon itu–selalu bicara apa adanya–terus saja merepet-repet. Dan dia baru mau duduk dengan tenang setelah saya memberinya isyarat dengan kedipan mata.
Begitulah, kami anak-beranak menjalani kebaktian pertama Pekan Keluarga itu dengan bernyanyi, berdoa, membaca litani, bernyanyi dan berdoa lagi. Lalu tibalah saatnya untuk membaca Alkitab. Isteri saya membagi mana ayat yang harus saya baca, mana yang harus dibacanya, dan mana yang harus dibaca oleh kedua anak kami.
Sementara kami hendak bersiap-siap melakukan pembacaan, anak lelaki saya itu kembali gelisah. Rupanya–karena hari itu adalah permulaan libur sekolah–beberapa temannya sudah mundar-mandir di jalanan di depan rumah hendak mengajaknya bermain.
Mula-mula yang melakukan pembacaan Alkitab adalah saya. Kemudian isteri saya. Seharusnya giliran yang berikut adalah anak lelaki saya. Tapi karena ia masih gelisah, saya berkata kepada anak perempuan saya, “Kau sajalah dulu….” Lalu anak perempuan saya itu pun membaca bagiannya dengan tenang dan baik.
Tapi cilakanya sementara kami sedang membaca Alkitab itu, anak-anak lelaki di luar sana sudah melongok-longok dari balik pagar hendak mencari tahu kenapa anak lelaki saya tidak kunjung keluar. Dan hal tersebut membuat anak lelaki saya itu semakin gelisah, kesal dan kehilangan konsentrasi.
“Bacalah, Bang,” kata isteri saya dengan sabarnya seraya menyorongkan Alkitab ke depannya.
“Yang mana yang gue baca?” tanya anak lelaki saya setelah terdiam agak lama.
“Kan tadi sudah dibilang? Ayat 27 sampai 42,” kata saya.
Anak lelaki saya kembali terdiam beberapa saat seraya memandang Alkitabnya. Kami pun semua terdiam. Sementara itu suara anak-anak yang sedang bermain di luar sana semakin gaduh saja.
“Buset,” kata anak lelaki saya tiba-tiba. “Sebegini banyak? Ini mah namanya orang kurang kerjaan, Mama….”
Mendengar kata-kata itu saya langsung menundukkan kepala. Tapi dengan sudut mata, saya masih terus mencoba melihat reaksi isteri saya. Selesai acara kebaktian ini pastilah saya yang akan diadili.
“Bacalah, Amang,” kata saya dengan tenang dan mencoba menyelamatkan situasi.
Anak saya pun membaca ayat=ayat yang menjadi bagiannya. Walau pun dengan tersendat-sendat tapi akhirnya bacaan itu selesai juga dilakukannya.
Begitulah, setelah mendengarkan sedikit renungan–yang dibawakan oleh isteri saya–bernyanyi, dan berdoa, maka kebaktian kami anak-beranak itu pun berakhirlah.
Mengenai apa yang dikatakan isteri saya kepada saya setelah kebaktian selesai, saya rasa tak usahlah saya ceritakan di sini. Malu saya. Tapi ijinkanlah saya menceritakan sebuah peristiwa yang terjadi dua atau tiga bulan setelah kebaktian itu:
Suatu pagi ketika saya dan anak-anak sedang bersiap-siap hendak berangkat ke kantor dan sekolah, tiba-tiba isteri saya memanggil saya dengan berbisik. Kemudian dia memberi aba–aba agar saya melongok ke kamar anak lelaki saya.
Anak lelaki yang sudah siap dengan seragam putih-merah itu sedang berlutut di sisi tempat tidurnya. Tangannya terkatup rapat dan terjulur jauh-jauh di atas kasur. Ia sedang berdoa dengan khusuknya.
“Kawan ini pasti sedang menghadapi sebuah persoalan pelik yang tak bisa ditanggulanginya sendiri dan karenanya terpaksa harus diadukan kepada Tuhan,” kata saya dalam hati sambil tersenyum-senyum. “Ini bisa persoalan PR yang belum selesai, persoalan anakperempuan sekelas yang menampik cintanya, atau persoalan anak-anak tanggung yang suka memalaknya di sekitar Jalan Gunung Sahari…..”
Tiba-tiba perbuatan anak lelaki saya itu mengingatkan saya akan Ayah, yang untuk mana, sesuai dengan tradisi Batak, nama anak lelaki saya itu menjadi gelar panggilannya.
Saya keluar dari kamar dengan perasaan sedikit “menang”. Kepada isteri saya, saya berkata, “Kan, berapa kali sudah saya katakan kepadamu? Masing-masing orang punya caranya sendiri untuk berhubungan dengan tuhannya. Tak usahlah heboh-heboh amat…..” [.]

Rumi mengibaratkan



Rumi mengibaratkan cinta Tuhan adalah samudra tak bertepi (ocean without shores), ketika kemudian manusia mulai membatasi dengan alam pikirannya yang terbatas.
Manusia mulai "memanusiakan" Tuhan, dan memberinya sifat2 yang masuk akal manusia.
Analoginya, ketika Tuhan adalah lautan luas tak terbatas, manusia kemudian menyendoknya dan menaruhnya kedalam wadah. Ketika manusia satu menaruhnya ke dalam gelas, maka dia beranggapan bahwa Tuhan berbentuk gelas, sementara manusia lain yang menaruhnya dalam wadah mangkok, akan mendapati bentuk Tuhan seperti mangkok saja.

Keterbatasan akal pikirannyalah yang membuat manusia menyempitkan makna Tuhan, sesuai dengan keterbatasannya tadi, ada yang menyerupai gelas, mangkok, dan segala wadah2 lain bentukan manusia, segala batasan2 lain bentukan manusia.

Kamis, 21 Mei 2009

Puisi pertama Rumi

diciptakan tanggal 19 Mei 2009, pelajaran bahasa Indonesia.

"Nak, buatlah puisi mu sendiri"


J a k a r t a

Jakarta betapa indahnya engkau
tingginya gedungmu
betapa panjangnya engkau

tapi dibalik kemewahanmu
ada perbudakan dan kejahatan
Polusi dimana-mana

oh Jakarta
apakah perbudakan dan kejahatan ini terus bertambah?
apakah polusi terus bertambah?

-Rumi-

Selasa, 19 Mei 2009

cukup adalah cukup



Aku berhenti merokok terhitung sejak tanggal 14 Mei 2009.

Bila kau tanya padaku kenapa, maka jawabanya adalah karena cukup adalah cukup.

Bila kau bertanya bagaimana, maka cara berhenti adalah dengan tidak melakukannya lagi.

Sulitkah ? tak ada yang terlalu gampang di dunia ini, sebagaimana tidak ada pula yang benar-benar mustahil untuk dilakukan.

Hebat kau bilang...? apakah kau akan bilang hebat, bila ada orang berlari kencang melebihi kemampuannya ketika ada anjing gila yang lintang pukang mengejarnya dari belakang? atau kau akan bilang cerdas sangat ketika ada yang menudungkan tangannya ke mata ketika matahari silau dan terlalu banyak cahaya masuk ke mata, padahal ada hal yang ingin dilihat nun jauh didepan sana.

Hanya sekedar kewajaran, sama seperti ketika kau lapar, makanlah, saat haus, minumlah, ketika kau sakit, mengaduhlah.

Disebabkan karena kewajaran itulah, maka aku yakin ini tidak akan gagal, aku percaya tidak mungkin tak bisa. Apalagi ditambah dorongan dari anak ku, do'a dari istriku, dan dukungan dari anda semua rekan dan kawan ku.

                                                                              

Sabtu, 02 Mei 2009

Hore...!! ada yang comment di blog ku


Horeee....!! ada yang comment di blog ku.

Selama ini dari sedikit yang pernah comment di blog ku, hanyalah terbatas pada orang2 dekat -dekat banget- yang ku kenal. Sebatas istri, adik, adik ipar atau seorang teman dekat ku.

Tapi malam ini, ada comment yang masuk di blog ini.
Dari "Kempen perangi dan Sembelih Yahudi"....
Isinya ; "Wah ternyata yg punya blog pecinta JIL alias pecinta yahudi. ketahuan sekarang ada orang yang begitu benci dengan kemuliaan Islam..."

Alhamdulillah...
Saya bersyukur ada yang mengunjungi blog ku dan meninggalkan pesan.
Walaupun aku telusuri, blog pengunjung tersebut tidak begitu jelas (terakhir posting Agustus 2005)

Aku bagi kegembiraan ku atas tamu di blog ku malam ini dengan istri dan anak ku.
Rumi ; Lho kenapa di bunuhi Yahudi Yah...? emang Yahudi diciptakan Allah untuk dibunuhi...?
Candra ; Kasihan, sepertinya ada yang terpenjara di pikiran dan opini nya sendiri, sampai tidak sempat untuk hal yang lain, bahkan sekedar bertegur sapa dengan teman, sekedar berbagi pikiran di blog.

Sedangkan aku, aku tetap bergembira dan akan menikmati kegembiraan ku di sisa malam ini... , seraya ber do'a agar energi dan ghirah yang -sepertinya- meluap-luap untuk "Memuliakan Islam" dari tamuku malam ini, dapat tersalurkan kelak dengan lebih efektif..., dengan lebih cerdas.
Sehingga -semoga- kelak, akan lebih bermanfaat bagi yang alam semesta.
Semoga....

Kamis, 19 Maret 2009

Kebenaran..


Saya suka ungkapan tassawuf ini ;
"Kebenaran adalah seperti cermin besar yang jatuh dan retak. Setiap kita, setiap golongan, setiap agama, masing-masing memungut secuil dari pecahan cermin itu....."

Kamis, 05 Maret 2009

Satu moment penting dan satu moment sangat penting

#1. Rumi naik level Kumon
Setelah kemaren ngepot menempuh 4A naik ke 2A selama 3 bulan [harusnya 4A ke 3A selama 3 bulan, 3A ke 2A selama 3 bulan], Rumi sekarang sudah naik ke level A.
Jadi penjumlahan dan pengurangan 1-20 sudah lulus.... Sekarang saatnya Puluhan+Satuan, Satuan+puluhan, puluhan+puluhan.
Selamat ya nak....

#2. Rumi khatam Iqro...
Subhanallah.....!! ini "keajaiban" ke dua Rumi setelah sekian tahun yang lalu, tanpa "special effort" Rumi "tiba-tiba" dapat membaca langsung dengan amat sangat lancar.... kemarin, tanggal 3 Maret 2009 dengan "minimum effort" pula Rumi berhasil pindah dari Iqro' -buku tipis hitam yang sudah lecek itu- ke Juz Ammah...

Rumi sudah bisa baca Al-qur'an.....!!!
Terima kasih nak....
Semoga "al-munawwarah" menjadi nama tengah mu, saat ini, kelak dan selamanya...

ps. ; untuk naik level Kumon, rumi "cuma" minta PP meat lovers pijahut.... dan untuk khatam Iqro', Rumi "cuma" minta Milk Shake juga dr pijahut....

[moga2 ayah bisa kebeli sepeda baru ya nak, buat ulang tahun mu Maret ini... sepeda mu yang itu sudah terlalu kecil.... kasihan dia termehek-mehek kau goes kesana kemari...]

Kamis, 19 Februari 2009

aku ingin



aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan katayang tak sempat disampaikan kayu kepada api
yang menjadikannya abu

aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada

[sapardi djoko darmono]

Selasa, 17 Februari 2009

Keinginan Rumi yang laen


Masih tentang keinginan Rumi yang oleh "pelajaran" bahasa Indonesia diminta untuk dituliskan beserta dengan alasannya.. ;


hari ini tanggal 17 Feb '09 jadwal nya ulangan harian bahasa Indonesian.

Kemarin malem pas mbahas ttg materi2 ulangan yang salah satu isinya adalah "menyebutkan keinginan dan alasannya", si ibuk bilang "kalo yang itu terserah Rumi aja mau ngisi apa."


Rumi jawab "Iya buk... aku keinginan ku yang sekarang adalah JADI ORANG KAYA" ...

"lha terus alasannya apa dong Le....?"

" Alasannya adalah SUPAYA BISA BERSHODAQOH BANYAK BANYAK..."


begitulah jawaban rumi, sambil tetep aja ngupil sambel nungging2 ky gak niat gitu.....


ps ; Mi' kalo kata engkoh Mao.... " Menjadi kaya itu Mulia...." koq..:)

Jumat, 13 Februari 2009

antara Rumi, Yahudi & Islam (from The Notes nya ibuk)


Seperti biasa, sore itu kami memeriksa isi tas sekolah Rumi, anak laki-laki kami yang baru duduk di kelas 1 SD.

Memeriksa apakah tulisannya yang selalu besar-besar dan belepotan itu sudah semakin kecil dan rapi. Melihat-lihat, kiranya cerita komik apa yang dicoretkannya di bawah tugas menyalis surat-surat pendek yang dikerjakan di sekolah siang tadi?

Biasanya selalu ada sepotong sederhana komik yang digambarnya setelah mengerjakan tugas yang diberikan guru Al-Qur'an yang juga guru favorit-nya.Kadang tentang bermain layang-layang. Kadang tentang balapan motor di hutan. Seringkali cerita dua robot yang sedang bertempur. Kadang juga cerita tentang roket Palestina melawan tank Israel, lengkap dengan bendera-bendera dan gambar orang yang terkapar.


Sore ini, rupanya ada pembagian lembar tugas yang telah dikerjakan di sekolah selama sebulan terakhir. Semua mata pelajaran, mulai Math, IPA, IPS, PAI, Bahasa Indonesia juga Bahasa Inggris.

Lembar demi lembar, tampaknya kesulitan yang dihadapi anak kami masih yang itu-itu juga, menulis huruf tegak sambung dengan rapi :-))


Hingga pada lembar tugas Bahasa Indonesia..

Perintah yang tertulis di bagian atas lembar tugas itu sederhana saja. "Nak, tuliskan 2 macam keinginanmu dan alasannya"


Rumi menulis :

1. Keinginanku main bola, alasannya karena seru, menyehatkan dan bisa jadi kiper

2. Keinginanku Yahudi dan Islam damai, alasannya karena Yahudi membiarkan umat Islam terbunuh


Rumi.. Rumi..Ketika temannya menginginkan komputer baru agar bisa main game, ingin bisa menyelam, ingin tulisannya lebih bagus agar bisa dibaca, ingin menjadi atlet internasional.. anakku ingin Yahudi dan Islam berdamai.


Kita tak pernah bisa menduga, sedalam apa trauma perasaan seorang kanak-kanak atas peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Air mata dan darah anak-anak Gaza-Palestina yang lebih dari sebulan memenuhi layar televisi dan headline koran, telah melukai hati anak yang berada ribuan kilometer jauhnya dari Gaza.

Gambar-gambar dan dialog di buku komik Joe Sacco berpengaruh terlalu dalam dalam benaknya. Hingga perdamaian Yahudi dan Israel telah menjadi 1 dari 2 hal yang paling diinginkannya saat ini.

Perasaan dan keinginan Rumi, mungkin juga menjadi keinginan ribuan anak-anak di Palestina yang terluka, yang kehilangan ayah dan ibunya, yang dihancurkan rumahnya. Keinginan Rumi mungkin juga keinginan ratusan ribu anak-anak di Amerika yang menanti dengan cemas kepulangan ayah atau ibu mereka dari medan tempur Irak dan Afganistan. Keinginan Rumi mungkin mewakili suara hati jutaan anak-anak korban konflik yang terus terjadi di seluruh penjuru dunia.

Suara yang menjerit putus asa melihat keegoisan pemimpin-pemimpin dunia dan pemegang tampuk kuasa.

Wahai penebar teror.. wahai engkau yang mengobarkan peperangan? Tidakkah kalian malu atas tindakan kalian?!


Diposkan oleh Ibuk-nya Rumi di 8:13 PM

Jumat, 06 Februari 2009

Toko Suami



Seorang teman mengirim email pagi ini ;

- - - - - - - - start - - - - -

" TOKO SUAMI "

Sebuah toko yang menjual suami baru saja dibuka di kota NY dimana wanita dapat memilih suami.
Diantara instruksi2 yang ada di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut. "Kamu hanya dapat mengunjungi toko ini SATU KALI"

Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan menunjukkan sebuah calon kelompok suami. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut.

Bagaimanapun, ini adalah semacam jebakan.
Kamu dapat memilih lelaki dilantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya kecuali untuk keluar dari toko..

Lalu, seorang wanita pun pergi ke toko "suami" tersebut untuk mencari suami..

Di lantai 1 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 1 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.
Wanita itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.

Di lantai 2 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 2 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan senang anak kecil
Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.

Di lantai 3 terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 3 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil dan cakep banget.
'' Wow'', tetapi pikirannya masih penasaran dan terus naik.

Lalu sampailah wanita itu di lantai 4
dan terdapat tulisan Lantai 4 : Lelaki di lantai ini yang memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget dan suka membantu pekerjaan rumah.
''Ya ampun !'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya''

Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5
dan terdapat tulisan seperti ini: Lantai 5 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil,cakep banget,suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.
Dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia melangkah kembali ke lantai 6

dan terdapat tulisan seperti ini :
Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.013.
Tidak ada lelaki di lantai ini.
Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah puas.

Terima kasih telah berbelanja di toko "Suami".

- - - - - - end - - - - -

Sudah pernah dapat email ini? he..he..he.. menarik bukan...?

Menarik karena saya pikir rasanya kita dapat mengganti nama toko tersebut dengan sekehendak hati sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Menggantinya dengan setiap apa yang kita punya saat ini..
Saya sepagian tadi [maap pak GM, sy belum kerja] sudah menggantinya dengan istri, anak dan rumah.

Dan saya masih tergoda untuk terus menggantinya dengan mobil, pekerjaan, tetangga, teman kerja, dan semuah-semuah yang saya punya....
Dan saat ini, saat saya menulis ini.... koq saya merasa menjadi sangat kaya yaaa....

Heran, kok jadi gampang banget ya kaya raya..... :)))))

Jumat, 23 Januari 2009

Nama untuk sebuah Masjid [dan Gereja]...


Ada yang unik dari jalan-jalan ke Malang kemarin.Di daerah Blimbing di dekat proyek by pass yang belum lama ini akhirnya selesai juga [setelah proses pembangunannya yang begitu luamaaaa], baru merhati'in bahwa di kiri jalan ada masjid dengan nama "Masjid Jami' Baipas"…..

Wekk..kek…ke.. Saya gak tau kenapa namanya unik begitu ?

Apakah masjid itu dibangun sepaket dengan proyek By pass tersebut, ataukah sebenarnya masjid itu sudah lama berdiri tetapi hanya berganti nama menyesuaikan dengan nama proyek yang menyebabkan terasnya menjadi baru karena terpotong seperempat bagian untuk pelebaran jalan proyek tsb, atau [pikiran jeleknya] mungkin juga pembangunan masjid tersebut mostly donated by uang sisa dari project jalan tersebut [semacam money laundry akhirat… ambil uang proyek, dan sisakan sedikit untuk berderma di jalan Allah J]

Bagi saya nama ini menarik sekali, mengingat gak jamak kan nama masjid yang biasanya lebih ke arah eastern mid trus tiba2 jadi berbau western begitu.

Jadi inget cerita konyol temen saya dulu, ketika menentukan nama masjid yang akan dibangun di komplek perumahan Jati Baru tempat tinggalnya. Ceritanya selama ini mereka masih menumpang di masjid Al-mukarobbin di komplek Jati Mulya di letaknya berseberangan dengan komplek Jati Baru. Disebabkan karena luas lahan dan bangunan masjid mereka yang lebih lebar dari komplek tetangga tsb, dan juga persaingan lama antara kedua komplek tsb dalam segala hal, maka teman saya mengusulkan untuk memberi nama Al-Mukabatman untuk bakal masjid baru mereka itu. Alasannya bagaimanapun Batman kan lebih expert dan advance dibandingkan dengan Robin yang telah terlanjur di pakai nama oleh masjid tetangga…. J

Salah satu masjid top tempat Artis dan celebritas melangsungkan janji pernikahannya (untuk tak lama kemudian mengurus gugatan cerai di pengadilan agama wilayah mereka masing2) adalah masjid At-Tien yang ada di TMII. Pasti dong… nama tersebut gak jauh maksudnya dari Alm. bu dhe Hartinah sebagai pencetus ide TMII…

Kalo anda ke Bandung dan exit tol Pasteur serta tujuan anda akan menuju arah selatan kota Bandung, maka untuk menghindari macet anda boleh langsung tekuk setir ke kanan setelah traffic light pasteur untuk masuk lewat komplek DI d/h IPTN. Nah di tengah ke asrian pepohonan di komplek yang mulai agak tidak terawat tersebut, di sebelah kiri anda akan temui masjik Al-Habiebi… untung lah masih agak pantes dibandingin dengan coba kalo dulu di kasih nama Ar-Rudy ato Ayang laen nya…. J

Di wilayah Serpong – Tangerang, ada RS + Masjid dengan nama As-Syobirin yang secara pembangunan dan peresmian nya di lakukan oleh bupati Tangerang [saat itu] Mr. Tadjus Shobirrin maka dengan mudah ditebak bahwa pak Bupati sedang membangun sebuah monument dengan RS & Masjid tsb.

Dari cerita bang Mula, ada juga nama gereja yang unik. Gereja ini bernama "Senang Bersama Yesus" menjadi menarik karena penyebutannya sering disingkat menjadi Gereja SBY dan lagi pada waktu acara peresmiannya semua warna ; mulai dari baliho, tenda, seragam anggota koor sampai ke karton snack nya berwarna biru2 partai demokrat gitu….. Nah lo….

Beni SutRisno
"happiness is an option. you can live in it every day"

Sent not from my BlackBerry®
powered not by Sinyal Kuat INDOSAT