Jumat, 24 Juni 2011

Nabi berkata 'kiri bang...'

Kalau saja dulu kanjeng Nabi pernah naik angkot di Jakarta, lalu beliau berujar "kiri bang..." itu berarti beliau ingin berhenti ditempat tersebut.
Jadi untuk memahaminya mustilah dipahami bahwa Nabi sedang naik angkot, dipahami bahwa ada tujuan tertentu beliau untuk berhenti ditempat itu, dan dipahami bahwa kiri itu artinya berhenti.

Bukannya ingin jalan dikiri.
Bukanlah lalu disunahkan agar tiap sopir mengambil jalur kiri,
bukanlah diartikan kiri lebih baik dari kanan, apalagi dipahami bahwa supir yang mengambil jalur kanan adalah supir yang sesat.

Terlalu ceroboh dan dangkal pasti contoh diatas, tapi disaat 10 menit tersisa sebelum masuk meeting pagi ini, contoh ekstrim tsb diatas mungkin dapat menggambarkan dengan singkat dan cepat, tentang hubungan antara segala kondisi, budaya dan perilaku serta tujuan Nabi saat itu dengan sunah (perkataan, tindakan, pilihan dan bahkan diam serta pembiaran) Nabi.

Sehingga jarak dan perkembangan sekian abad dari jaman beliau sampai saat ini, dengan segala perkembangan dan perubahannya, menurut saya mustilah disikapi dengan menyediakan ruang pemikiran, aktualisasi dan penyesuaian bagi setiap sunah nabi yang -bersama-sama- ingin kita hidup-hidupkan dan lestarikan tersebut.
Tujuannya tentu saja agar sunah tersebut aplikatif, dapat diterima dan berguna. Sunah tersebut up to date. Sunah tersebut cool. Mengambil inti hakikatnya, dan menyesuaikan cara dan kaidahnya.

Tidak mudah, riskan dan perlu keberanian, kebijakan, telaah dan ilmu pengetahuan memang.
Perlu telaah dan pengetahuan bukan hanya tentang masa Nabi saja tapi juga pengetahuan masa kini dan hal-hal kekinian.
Tak segampang telak2 misalnya memendekkan ujung celana, memanjangkan jenggot dan bersiwak setiap sebelum sholat -dan berbonus poligamii maksimal 4 sebagai sunah fave- .

Bagi saya usaha simplifikasi sunah -hanya dengan hal2 kecil kasat mata- dan telak2 mengambil setiap tindakan nabi tanpa mengaitkan dengan konteks kondisi dan tujuannya tersebut lebih bersumber pada kemalasan berpikir, keengganan mengambil resiko, kebutaan tentang masa kini dan sikap takluk dan apatis -semacam dendam samar2 tentang "Biar dunia bukan milik kita, tapi lihatlah kelak siapa yang berjaya di akhirat"- daripada ketaatan dan keinginan kuat untuk menegakkan sunah dan menjadikannya trend yg dapat mudah dan keren untuk diterapkan di jaman ini.

Itu kalo menurut saya.......
lanjut...

Selasa, 07 Juni 2011

Istriku sariawan

Istriku sariawan.

Entah kapan mulainya, tapi dua hari belakangan ini makin parah kondisinya. Tak henti2nya dia ngeses dan berdesis-desis. Kukira disamping siksaan perih dibibirnya, hal lain yang lebih menyiksa kukira adalah keterbatasannya untuk mengomelkan cintanya kepadaku dan Rumi dalam dua hari tersebut.

Jika untuk berbicara dan menelan ludah saja sakit, apatah lagi untuk mengunyah makanan. Apalagi makanan favoritnya yang panas dan pedas. Karena bagi istriku, makan itu adalah syariat sementara pedas itu adalah hakikat. Apa jadinya makan tanpa pedas dan panas ?
Jadi walaupun dia sedang menderita, tapi penderitaannya itu seolah coba dikurangi dengan kebahagiaan akan makanan pedas dan panas. Sebab jika tidak, akan makin beratlah deritanya.

Tapi pengertian syariat dan hakikat makanan panas pedas itu pasti membawa konsekwensi. Setiap suap makanan akan mengakibatkan matanya berair dan sesaat setelah setiap suapan, mulutnya akan tertahan sebentar dari mengunyah dan berteriak tertahan menyebut nama Tuhan... saking sakitnya.

Nama Tuhan itu diteriakkan saya kira bukanlah dengan tendensi spiritual orang saleh, melainkan reflek akan rasa sakit dan kesadaran betapa dalam kondisi seperti itu saya suaminya, Rumi anaknya dan semua tetangga secluster benar2 tidak berdaya untuk menolong. Sakit itu adalah sakit dia sendiri dan tak mungkin dibagikan kepada orang2 yang dicintainya.

Tapi jika Tuhan bisa didekati dengan cara seperti itu, apa salahnya menurut saya ? Ternyata lagi2 -seperti dalam banyak hal- dalam soal sariawan pun hanya Tuhan yang bisa jadi sandaran. Saya bersyukur istriku itu sariawan, karena dengan demikian makin sering dengan lantang dia menyebutkan nama Tuhan. Dan saya curiga keengganannya untuk diobati obat cina seperti saranku adalah tarikat yang dia pilih untuk makin dekat dengan Tuhannya.

Tarikat baru yg menarik kukira.. ;)