Jumat, 07 Desember 2012

Mencintai yang dibenci

Pagi ini karena mobil akan ditarik oleh rental, maka aku minta mbak asisten dirumah untuk mengambil semua barang dari mobil. Diulang, SEMUA! Dan seperti biasa yang dia lakukan atas segala instruksiku, sami'na wa atho'na. Dia mengerjakannya dengan tanpa reserve, tanpa banyak tanya.

Lalu kemudian aku berangkat. Berangkat biasa seperti tiap pagi saya lakukan. Memastikan perangkat perang menaklukkan jalanan ibu kota pagi ini telah lengkap terbawa. Kaca mata hitam, cemilan, kopi dingin, dan -paling penting- hape telah terbawa.

Perjalanan juga seperti biasa, lampu merah yang lelet, rider motor bernyawa cadangan, ibu pengemis, angkot, polisi, pak ogah, pedagang asongan, jalanan, halte, dan terik matahari Desember yang seperti memanfaatkan pagi semaksimal mungkin sebelum sebentar siang harus berbagi tempat dengan mendung.

Rute yang biasa juga, yang setiap hari aku lewati. Yang kalo di perlombaaan MotorGP telah memasuki diatas lap ke 10 sehingga sudah ada racing line nya. Tanpa berpikirpun tangan kiriku telah hafal kapan harus mengambil jalur mana. Tangan kanan telah hafal di posisi mana aman untuk hanya melirik, kapan bisa membaca, dan kapan bisa mulai texting di hape.

Sampai di pintu tol Kapuk, jalur paling kanan seperti biasa untuk jalur GTO. Tangan kiri meraih E-Tol Card di kantong dashboard. Tapi sebentar...! Hah?! Kartu tidak ada! Baru sadar bahwa ternyata semua barang telah diturunkan dari mobil. Padahal posisi sudah masuk jalur GTO. Lalu aku beri tanda lampu darurat, meminta dua mobil dibelakangku untuk mundur supaya aku bisa pindah ke jalur biasa.

Setelah berhasil mundur, dan masuk jalur biasa, baru sadar juga bahwa ternyata uang recehan di laci juga diturunkan oleh si mbak. Bahwa dompet di laci juga diturunkan. Persis seperti perintahku tadi pagi "Semua barang kecuali karpet dan kotak P3K". Mampus! Dibelakang adalah mobil-mobil yang kesal karena aku telah memotong antrian pindah dari jalur GTO ke jalur antrian mereka.

Sesampai di loket tol ;
"Mbak saya nggak bawa duit. Lupa nggak bawa dompet"
"Bagaimana pak? tidak ada lagi receh-receh?"
"Blas tidak ada mbak"
"Berhenti saja dulu di depan pak, yang belakang sudah antri"
"OK mbak"

Lalu aku maju dan menepi tanpa punya ide mesti dapat darimana uang 12,500 untuk bayar tol. Sejurus kemudian ada mobil Avanza berhenti di depanku. Pengendaranya turun menghampiri.
"Ada masalah pak?"
"Saya ketinggalan dompet pak"
"Oh, kalau begitu ini pakai saja dulu" tukasnya sambil mengulurkan pecahan biru lima puluh ribuan.
"Terima kasiiiiihhh pak... saya minta nomer bapak ya, nanti saya ganti pak"
"Saya David, nomer says bla bla bla..."
"OK pak, Thanks!"

Setelah itu aku membayar ke mbak tol, dan meneruskan perjalanan.

Aku benci mereka yang salah masuk GTO. Bagiku mereka itu 'buta tulisan'. Pekok ndas growak yang bisa membaca tulisan besar merah tepat diatas jalur GTO 'HANYA UNTUK PENGGUNA E-TOL CARD' tanpa bisa mengerti artinya. Beberapa kali sebelumnya aku mengklakson-klakson panjang mereka yang kebingungan karena telah salah masuk GTO tanpa punya kartu tol. Sekedar kesal atau agar mereka tambah panik dan tidak pernah lagi mengulangi kebodohan sejenis.

Aku nggak suka mereka yang bekerja dengan kuping yang di tutup earphone. Bagiku dengan kuping ditutup begitu mereka jadi akan setengah bego dan tidak responsif. Tidak pantas sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain, dilakukan sambil memakai earphone.

Aku tidak respek kepada mereka yang mobilnya ditempeli stiker ABRI, Polisi, angkatan ini, korps itu, keluarga besar ini, putra-putri itu. Kalaupun mereka benar anggota ini itu tadi, apa perlunya orang sejalanan tahu mengenai hal itu. Apalagi kalau ternyata bukan anggota dan sekedar asal pasang stiker. Bagiku orang yang demikian itu adalah orang aneh yang bahkan meragukan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan masalah mobil mereka tanpa bantuan berhala stiker-stiker itu.

Dan pagi ini, pagi ini aku masuk GTO tanpa kartu tol. Dua mobil dibelakangku tadi mundur tanpa klakson-klakson panjang.

Dan mbak tol tadi, yang mempersilahkan aku maju dan menepi ke depan, yang percaya bahwa aku nggak terus kabur tanpa bayar tol, bekerja dengan earphone putih di kupingnya.

Dan mobil pak David tadi ada stiker kecil tapi mencolok di pojok kiri bawah kaca belakangnya bergambar panah terentang dengan tulisan diatasnya 'BARESKRIM'

Terima kasih dua mobil dibelakangku, terima kasih mbak tol, terima kasih pak David. Khotbah Jumat ini dari anda semua sepertinya bertajuk 'Mencintai yang dibenci'

PS. barusan sms masuk dari pak David menjawab sms saya yg menanyakan nomer rekeningnya "Sudahlah pak, tidak apa2. Sesama pengemudi mobil, saling bantu di jalan."