Kamis, 24 Maret 2011

Stay hungry, stay foolish

...CEO paling berpengaruh didunia pun 'pedoman'nya mengingat kematian...

*Pidato Steve Jobs di Acara Wisuda Stanford University*
____________________________________________________

Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera lulus
dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah selesai
kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana wisuda. Hari ini
saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup saya. Ya, tidak perlu
banyak. Cukup tiga.

*Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik*
Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya
tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus
kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung
saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan
saya kepada seseorang untuk diadopsi.

Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun
diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan
istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran bayi
perempuan karena ingin. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar
urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya
bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka
menjawab:“Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat
saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA.
Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa
bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya
sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya
memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga
seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan-habis untuk
biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya *tidak melihat manfaatnya*. Saya
tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah
akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan
yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun *memutuskan
berhenti kuliah*, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan,
namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya
ambil.



Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya
minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak
selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga *nebeng* tidur di
lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat
pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota
setiap Minggu malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya
menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa *ingin
tahu dan intuisi*, ternyata kemudian sangat berharga. Saya beri Anda satu
contoh:

Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal
kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk
ditulis tangan dengan sangat indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus
mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna
mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat
variasi spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat.
Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang
tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.

Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya.
Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang
pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang
bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi,
Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan
proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang
seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil
kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja,
tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun,
sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang. Sekali lagi, Anda
tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa
melakukannya dengan merenung ke belakang. Jadi, Anda harus percaya
bahwa *titik-titik
Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang*. Anda harus percaya
dengan intuisi,takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun
lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyakperbedaan dalam kehidupan
saya.

*Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan.*
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz (Steve
Wozniak) dan saya mengawali Apple di* garasi* orang tua saya ketika saya
berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang
dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000
karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun
sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan *saya dipecat*. Bagaimana
mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang
terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir
sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu
tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam
visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata
berpihak padanya. Demikianlah, di usia 30 saya tertendang.

Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa
saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan. Dalam beberapa bulan kemudian,
saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan
banyak wirausahawan generasi sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan.
Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas
keterpurukan saya. Saya menjadi *tokoh publik yang gagal*, dan bahkan
berpikir untuk lari dari Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit
semangat timbul kembali- *saya masih menyukai pekerjaan saya*. Apa yang
terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun
saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal. Waktu itu
saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari
Apple adalah *kejadian terbaik* yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang
sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih
tidak jelas. Hal itumengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam
hidup saya.

Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama *NeXT*, lalu
* Pixar*, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri
saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi
komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling
sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli
NeXT, dan saya *kembali lagi ke Apple*, dan teknologi yang kami kembangkan
di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan
saya memiliki keluarga yang luar biasa. Saya yakin takdir di atas tidak
terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun
sebagai pasien saya memerlukannya. Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke
kepala Anda. Jangan kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya
yang membuat saya terus berusaha adalah karena s*aya menyukai apa yang saya
lakukan*. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk
pekerjaan maupun asangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan
sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan
mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan
apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan
menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya.
Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin mesra
Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. *Jangan berhenti*.

*Cerita Ketiga Saya: Kematian*
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi:
“Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka
suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan
semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin
setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir
saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila
jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya
harus berubah. Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting
yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir
segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau
gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang
tetap ada. *Mengingat kematian* adalah cara terbaik yang saya tahu untuk
menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak
memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata
hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani
scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor
pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para dokter mengatakan
kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati.
Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya
pulang ke rumah dan membereskan segala sesuatunya, yang merupakan sinyal
dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak
Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh
tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi
keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal. Sepanjang
hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya,
mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung,
memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya
dibius, namun istri saya, yang ada di sana, mengatakan bahwa ketika melihat
selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya
adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan
operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang. Itu adalah rekor terdekat
saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi.

Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin
kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:
Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun
tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri
kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena
kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup
berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda.
Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.

Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang
lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil
pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda sehingga
tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk
mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa
yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole
Earth Catalog“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu
diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari
sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan
puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop
publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera
polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum
kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan
hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth
Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir.
Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang
edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang
mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “*Stay
Hungry. Stay Foolish*.” (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh). Itulah
pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay
Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena
Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga
begitu.* Stay Hungry. Stay Foolish*.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar