Jumat, 26 Desember 2008

Akronim itu....


Ditengah serbuan visual sampah dari foto caleg dan bendera partai, yang makin lama makin menekan dan berubah hampir menjadi teror visual, belakangan aku masih bisa sedikit terhibur oleh pengetahuan ttg akronim2 yang jg banyak berseliweran di depan hidung kita.

Selain lembaga pemerintahan, kebiasaan singkat menyingkat juga berlaku untuk tag line suatu daerah.
Solo Berseri..

Pati Mina Tani..
Jogja Berhati Nyaman..
Temanggung Bersenyum..
Cilacap Bercahaya..
trus ada lagi yang beriman, berhiber....
Bergurau [bersih, guyup, rapih, uaman],
Benci [bersih, enak, nikmat, cantik dan indah... lho ini daerah opo restoran]
semuanya adalah singkatan, yang menjadi tidak penting lagi apa kepanjangannya.

Juga untuk menyebut suatu kawasan, yang katanya akan
menjadi suatu kawasan yang unggul dan berkembang;

Bermula dari Jabotabek, eh sekarang Jabodetabek.
Muncul pula Gerbangkertosusila [Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya , Sidoarjo, Lamongan),
yang lagi hampir selesai di pelabuhan perak, ada Suramadu [surabaya madura],
di daerah cimahi mBandung ada Pusdikbekang [pusat pendidikan perbekalan dan angkutan].....
kalo pulang kampung lewat selatan, nglewati rangkaian Barlingmascakeb [Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen].....
arus balik dari blitar ke jkt, kadang lewat Pawonsari Bakulrejo [Pacitan, Wonogiri, Wonosari, Bantul, Kulon Progo, Purworejo],
trus bablas ke ; Joglosemar [Jogja Solo Semarang]....

Kreatifitas ini terus bertumbuh subur ke arah satu sisi. Maksudnya ada aturan2 imajiner yang membatasi untuk tidak berkembang ke arah misalnya ; membalik urutan menjadi Semarang Solo Yogya, disingkat menjadi Semar Loyo....
atau juga Dibalang Sendal [Purwodadi, Batang, Pemalang, Semarang , Kendal]....
atau bahkan Kasur Bosok [Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Solo, Klaten].

lebih saru lagi Susu Mbokde [Surakarta , Sukoharjo, Mboyolali, Kartasura, Delanggu] trus lagi Tanteku Montok [Panjatan, Tegalan, Kulwaru, Temon, Toyan, Kokap]

Bila di Jakarta, dengan tingkat kesibukannya yang menghimpit orang hanya bisa berkreasi seragam dg Citos [cilandak town square], lalu Setos [serpong town square], Jotos [jonggol town square] dan Atos [alam asri town square], maka anak-anak muda Jogja dengan kreatifitas mereka yang absurd itu kemudian memunculkan ;
Amplas untuk Ambarukmo Plaza ,
atau Jakal [Jalan Kaliurang],
Jamal [Jalan Magelang].
Kalau sampeyan sekolah di SMA 6, bisa nyombong kalau sampeyan sekolah di Depazter alias Depan Pasar Terban.

Bahkan, dari pusat kota Jogja, sangat mudah untuk mencapai Paris (Parangtritis) , atau Pakistan (Pasar Kidul Stasiun alias Sarkem), bahkan Banglades (Bangjo Lapangan Denggung Sleman), dan Jerman (jejer Kauman).

Konon dahulu kala waktu sibuk dan histeris milih sekolah setelah SMA, ada beberapa akronim yang masih nyantol di kepala;
Universitas pak Dirman untuk UNPAD,
ITS [institute tinggi sekali] yang kalah pamor dengan ITTS [institute tinggi tinggi sekali]
UBAYA [universitas banyak biaya]..
trus jg IKIP yang waktu itu ganti nama menjadi UPI [Universitas padahal ikip]

Kalo Sampeyan seorang yang enthengan, ringan tangan, suka membantu, ndak pernah menolak untuk dimintai tolong?
Berarti sampeyan layak menyandang nama Willem Ortano, alias Dijawil Gelem Ora Tau Nolak.

Atau kalau sampeyan se profesi dengan saya, yang dodol semoyo dagang janji, pinter omong, jualan obat, meyakinkan orang dengan omongan sampeyan yang nggak karuan bener salahnya, maka jangan marah kalau sampeyan dipanggil sebagai Toni Boster, alias Waton Muni Ndobose Banter.